bacaaa:))
selamat membaca :)salam kenal @queenkeero
Pacarku
bahagia dengan sahabatku
Pagi hari yang cerah
burung-burungpun bernyanyi di kebun rumahku. Hai aku Reno umurku 16 tahun aku
masih duduk di bangku SMA. Pagi hari ini aku sedang bersiap-siap untung
berangkat sekolah.
Setiba di sekolah aku pun
bertemu sahabatku Dika “hai dik ayo kita ke kelas” ucapku “ayo ren” jabab dika.
Di tengah perjalanan ke kelas entah mengapa
mata ini tertuju pada sosok perempuan yang ada di hadapanku wajahnya
yang cantik membuatku terpanah padanya “woy ren liat apaan sih?” Tanya dika
yang tiba-tiba mengagetkanku, “dia siapa dik?” tanyaku sambil menunjuk
perempuan itu “oh Dhea” jawab dika, oh dhea namanya yasudah yuk kita ke kelas,
kami pun melanjutkan perjalanan kami.
Setiba dikelas bel pun
berbunyi memanggil seluruh siswa untuk segera masuk kelas. Hari ini adalah
pelajaran Bu Shinta guru matematika yang super galak, ditengah pelajaran
tiba-tiba ada yang mengalihkan perhatianku yaitu dhea lewat di depan kelasku
terus ku tatap dhea, hingga tak sadar bahwa bu shinta memanggilku “RENO apa
yang kau lihat?” “tidak ada bu” jawabku “kalau begitu kerjakan soal di papan
tulis” ujarnya, “sial” ucapku sambil berbisik.
Bel istirahat pun berbunyi
aku dan Dika pergi ke kantin, setiba dikantin kami bertemu dhea ya tuhan
sungguh cantiknya dhea. aku pun menghampirinya dan ku ajak dia untuk berkenalan dan langsung saja ku ajak
dhea untuk pulang bersama dan dhea pun mau. Dan akhirnya bel pulang pun
berbunyi ku tunggu Dhea di gerbang sekolah, “Dhea ayo kita pulang” “ayo Ren”
jawabnya “tapi sebelumku antar kau pulang kita jalan-jalan dulu yo” “ayo” jawab
Dhea. Kami pun jalan-jalan, sambil bercanda. Hari pun mulai gelap kuantar Dhea
pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya ku
ceritakan pada Dika kemarin aku jalan-jalan bersama Dhea tapi wajah Dika
seperti tidak suka dengan ceritaku dia pun tiba-tiba meninggalkan aku sendiri,
aku pun heran mengapa Dika bersikap seperti itu kepada ku. Tapi aku berfikir
positif saja , mungkin dia sedang ada masalah. Akhirnya kuhampiri Dhea di
kelasnya kami pun bercerita-cerita. Hari demi hari kami pun semakin dekat.
Tak terasa sudah 2 minggu
kami dekat kucoba menghampiri Dhea di taman sekolah ku ungkapkan isi hatiku
padanya, Dhea pun menerimaku dan kami pun jadian darasanya sangat senang
sekali. Aku pun kembali bercerita pada Dika bahwa kami sudah pacaran tetapi
alhasil dia pergi dengan tiba-tiba , aku pun keheranan melihat tingkah lakunya
akhir-akhir ini.
Bulan demi bulan telah
kulali hari bersama Dhea kami pun semakin dekat tetapi aku semakin jauh dengan
Dika , saat sedang bersama Dhea kubilang padanya “Dhea kamu jangan pernah
tinggalin aku ya” “pasti ren, kamu juga jangan tinggalin aku ya” jawabnya “iya
aku janji tidak akan pernah tinggalin kamu “ ucapku
Dan pada suatu hari di
lapangan sekolah aku sedang latihan basket tiba-tiba badanku melemas, kepalaku
pun pusing sekali aku p[um tergeletak pingsan Dhea pun langsung menghampiriku
“bangun ren bangunnn” ucapnya lalu teman-teman membawa ku ke rumah saki. Dokter
memfonisku ternyata aku mempunyai penyakit leukemia umurku tak lama lagi.
Dan hari ini pun tiba
Tuhan memanggilku hari ini aku dimakamkan Dhea pun terus menangis, Dika pun
ikut menangis melihat pemakaman ku. Sebelum aku mininggalkan dunia ini aku
menulis surat untuk Dhea dan Dika “Tuhan terimakasih kau telah memberiku
kekasih dan sahabat yang sangat menyayangiku dan aku pun menyayangi mereka,
terimakasih kalian sudah mrenemani hari-hariku yang indah ini. Dik kutitipkan
Dhea padanu jaga dia baik-baik aku percaya kau dapat menjaga Dhea dengan baik.
Aku harap kalian dapat berbahagia meski tak bersamaku” dan akhirnya Dhea dan
Dika pun menjalankan amanat yang diberikan Reno dan Dhea dan Dika pun bersatu
da bahagia
SELESAI
" Senyum
Terakhir Yang Indah "
Dengan nafas yang terengah-engah setelah
mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia.
Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk
melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.
Setelah beristirahat aku langsung menggayuh
pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang
pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena
badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju
taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada
ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.“Hai…..”,
kataku Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel.
Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.
“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan
jemariku.
Dia
langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tahu
namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang
kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak
juga kalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.
Langkah demi langkah
mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling
taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku
menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami
dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami
berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan
kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks tempat
tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri
untuk bercanda sebentar. Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami
berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!,
teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan
senyum.
“Iya...”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!, sambil berjalan dan
melambaikan tangan.
Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “baru kali ini aku bisa
cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku
berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan
yang mulai redup dan di kerumuni serangga.
Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil
menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama
sekolah dengan dia, kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari
menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.
Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap
keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang di tutup”.
Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan
ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino
teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan
memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku
Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi
teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.
Kini kami semakin
dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita tentang
tugas sekolah. “Kamu suka pelajaran
apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak
rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya
pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah
pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku
sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa
cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran,
ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan
melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang.
Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita tentang
hal-hal yang dapat mengocok perut.
Tak lama kemudian,
kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu
gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara
berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan
air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara
Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, pasti kamu akan sembuh kok”,
kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri
donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil
tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyu
Sesampai di depan
rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku
yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu
Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot,
benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku
Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai dirumah aku langsung melepas pakaian dan
makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah banget udah
gendong Tamara.
***
Keesokan paginya aku
menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah
bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil
mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit
amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil
tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan
sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan
teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”,
kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di
kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.
Tak sabar menunggu
saat itu, aku menceritakan sedikit tentang pantai Bira kepada Tamara. Kami
tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin
mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak
ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman
perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang baru dan
melupakan apa yang aku banyangkan tadi.
Tidak lama kemudian,
bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan
senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas
kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.
Aku merasa agak tidak
enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil
berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak
guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.
Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan
barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.
Tamara meminta izin
mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang
keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa
menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku
sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante
ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari
kamarku.
***
Keesokan paginya,
rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan
sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara
sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat
Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan
meletakkannya di keningku.
Tak berapa lama
kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pun datang. Aku duduk di
belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman
wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki
pirasat buruk dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi
kecelakaan.
Aku merasa kepalaku
sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada
di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang
lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku
melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat
duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit
yang aku rasa membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil
menangis.
Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di
rumah sakit, aku kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu ?”.
Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan
nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata
ibu sembari memelukku.
Aku terduduk di
ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa
dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu ?”. Aku terdiam dan mengingat saat
aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman
terakhir darinya.
(SELESAI)
Komentar
Posting Komentar
l'll waiting for your advice ! please leave a comment and share you're LOVE! see ya